PEMBAHASAN
Ø Tanaman
pepaya (Carica papaya)
Pohon
pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi
5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada batang pohon bagian
atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian
tengah. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing.
Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning.
Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah,
tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Biji-biji berwarna hitam
atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk
mencegahnya dari kekeringan.
Pepaya
merupakan tanaman buah berupa
herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat
bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam
orang, baik di daeah tropis maupun sub
tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan
pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan
bergizi yang tinggi.
Taksonomi
ilmiah/klasifikasi tanaman pepaya (Carica papaya) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Ø Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut
sebagai tissue culture. Kultur
adalah budidaya dan jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar
presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu
jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis,
plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan
jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu
membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu
cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan
untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit
dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan
induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu
membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar
dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakankonvensional.
Ø Teori dasar kultur jaringan
a. Sel dari suatu organisme
multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel
tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic
Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu
mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
Ø Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam
Bidang Agronomi
a.
Perbanyakan
vegetatif secara cepat (Micropropagation).
b.
Membersihkan
bahan tanaman/bibit dari virus
c.
Membantu
program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro,
Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman
dll).
d. Produksi metabolit sekunder.
Ø Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Regenerasi
1.
Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif,
embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan ,adalah bagian tanaman yang
dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang
penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks
(jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah
pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari
muda, anther, embrio, dll.
3.
Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam
anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi
media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant
Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara
luas adalah MS.
4.
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi
dalam kultur tertentu. Jenis
yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA),
Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan
Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan
PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh. Lingkungan tumbuh
yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang
penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Ø Media Kultur Jaringan
Salah
satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media
yang dapat direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang
intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak
mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam kultur
jaringan saat ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia dalam media
biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam
media, atau media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air
kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh.
Ø Komposisi Media Kultur Jaringan
a.Hara
anorganik
Ada
12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang
dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur
jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.
Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini
dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena
diberikan dalam bentuk yang berbeda.
b. Hara
organik
Tanaman
yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua
kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa
ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup
untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke
media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin,
piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut,
bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein
hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain.
Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan
penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat
tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
c. Sumber karbon
Tanaman
dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup
mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media.
Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai
bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan
untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber
karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa
juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh
tanaman dalam kultur.
d. Agar
Umumnya
jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan
menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi
agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar
menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke
tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal
harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu
pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab
komersial.
Gel sintetis diketahui dapat
menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang
terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel
telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis
dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi.
Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel)
dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
e. pH
pH
media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin
memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari
6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar
tidak dapat memadat.
f. Zat Pengatur Tumbuh
Pada
media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas
tersendiri pada minggu 13.
g. Air
Air
distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan
aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi,
menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
organik dan non-organik pada media.
h.
Pemilihan Media
kultur
jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian
kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2
pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan
meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbedaJika tidak ada informasi
awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962).
Media
ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan
media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk
inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1.
Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi
auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada
konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam
kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan
penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada
2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan
meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda.